Sabtu, 27 Juli 2013

Bali with Omega 6 Day 1

Omega 6 yang seperti gue sudah ceritakan di postingan ini, adalah para 6 ciwik-ciwik binal yang bertemu secara tidak sengaja di SMA, retret bersama dan menempati kamar bersama dan kamarnya kodenya adalah Omega 6. Kita comotlah nama kamar itu yang kebetulan sama dengan jumlah kami berenam.

Cihuynya, kami masih sering kontekan sampai sekarang, dan emmm, kami lima tahunan *sebenarnya lupa kapan friend anniversary kami*, tapi diitung-itung pake jari sih.. nyampe lah 5 taon. SMA kelas 1, SMA kelas 2, SMA kelas 3, kuliah semester satu dua dan kuliah semester tiga empat; totalnya 5 taon deh pokoknya. Kami merencanakan sebuah perjalanan yang tak disangka-sangka jadi. Ke Bali, dan berenam lengkap!! Awalnya hampir nggak jadi, gara-gara tiket pesawat mahalnya seanying-anying. Tapi takdir berkata lain, tiket mendadak promo dan kami pun dengan binal terbang. Gue sebagai pengurus semua-muanya, mulai dari transport, hotel, tempat wisata dan jumlah pakaian dalam mereka *nggak, ini urusan mereka masing-masing*. Setiap berapa jangka waktu, gue menagih uang yang akan dibayarkan *lagi mikirin usaha travel*. Terdengar selalu erangan, desahan dan keluhan tiap gue menagih. Ya, gimana ya. Demi kelangsungan dan kepentingan bersama, dan juga kelancaran di Bali biar mereka nggak terpaksa menjadi gelandangan dan akhirnya dideportasi ke Tangerang. Dan, pada akhirnya, kami pergi. Yay, tanggal 15 Juli 2013-18 Juli 2013 mungkin menjadi waktu singkat libur kami, tapi menjadi waktu yang sangat panjang yang ada di hati gue :3 *suit suit*

Day 1 dimulai ketika jam lima yang harusnya janjian udah sampe di bandara, dengan nistanya gue telat dan sampe jam setengah tujuh malem dengan binalnya. Teman-teman udah pada ngumpul dari jam setengah lima ada juga yang jam 5. Gue hanya bisa nyengir. Alasan telat, apa lagi?? Karna supir gue kejebak macet, jadi nyampe rumah gue lama banget. Padahal gue udah siap-siap dari jam empat sore loh, saking semangatnya. Pas nyampe bandara, mereka-mereka udah pada nungguin dengan tampang tukang daging, siap menyembelih gue. Tapi gue alihkan napsu dosa mereka dengan menarik mereka ke tempat penyerahan bagasi. OXOXOXOXOXO. Bagasi gue 10kg. Dan yang paling berat.

Then, karna kita pada udah web check in, jadi uda dapet prinan boarding pass. Kita tinggal nunggu deh di Gate 5. Rencana keberangkatan sekitar setengah delapan malem. Kita pun berangkat dengan cihuy nya. Cuaca katanya kurang mendukung. Agak serem juga sih pesawatnya getar-getar, dan menggetarkan juga lemak kita. Akhirnya kita bergetar bersama malam itu. Karna gue duduk dekat jendela, gue bisa liat pemandangan Jakarta dari atas bagus banget, lampu-lampunya bergemerlapan. Gue minta Ruth yang duduk di ujung dekat kabin untuk ambil SLR gue. Dia mengambilkannya dan ini yang terjadi.



Kuku dia patah!!! Hal ini membuat gue dan Piki yang duduk sebaris ngakak nggak habis-habisnya.

Terus endingnya tuh kamera nggak ke pake. Di luar gelap banget, item banget. Pesawat kami juga shaking shaking dengan binalnya. Gue udah takut aja, lemak gue meleber ke mana-mana. Mwahahahah. At the ending, kita take off dengan mulus di Bandara Ngurah Rai. Kita langsung deh ke pengambilan bagasi. Kita udah dengan cantiknya mengambil barang-barang kami, si Mag sendiri yang kebingungan. Padahal barang kita tadi sama-sama didaftarinnya dan di loket sama, kenapa punya dia belum ada.

DAN TAU SODARA-SODARA?? DIA SENDIRI NGGAK KENAL BAIK DENGAN KOPER DIA

Even bangku kuliah pun nggak bisa memberantas kelemotan kronis dia. Dia cuma ngomong, "Eh, gue pikir mirip doang" *KROYOOOOKK MAGELAAANNGG!!!*


Then, kita pun dijemput oleh orang dari hotel. Dan kita nyampe di hotel dengan waktu singkat dan waktu sudah menunjukkan jam 11an malem. Kita pun hom pim pah untuk menentukan siapa yang sekamar sama siapa. Akhirnya kamar 1: gue, Step, Rut dan kamar 2: Piki, Mag, Brig.

Perhitungan gue agak meleset ketika gue sampai di Bali. Perhitungan mengenai kondisi kelaparan yang gue pikir nggak akan gue alami setelah makan roti gratisan dari bandara Soeta tadi. Gue binal dan gue lapar. Akhirnya minta ditemein Step, Rut dan Mag makan. Kita keluar hotel dan, ada nasi padang. Gue ngiler gara-gara tadi di bandara si Viki dkk makan nasi padang yang katanya enak pas nunggu pesawat. Gue salto dengan indahnya ke dalam warung nasi padang itu. Ruth juga, Mag juga ikutan makan. Yang beruntung adalah Setep. Mengapa? Let I tell you... patiently...

Gue dengan santai mesen lauk berupa: perkedel, ayam, cincang dan sayur nangka. Dan gue nanya abangnya, punya saya berapa, Bang? Kira-kira begitulah pertanyaan gue ke sang abang gondrong. Muka dia agak horor, kayak blasteran dari Undertaker dan pantat panci. Si abang cuma bilang, "Udah, makan aja". Si Ruth udah nyenggol gue dan memasang tampang kayaknya-bakal-mahal-nih-tapi-apa-bole-buat-gue-juga-laper-dan-gue-juga-mau-pesan tersebut. Phew. Mag yang polos juga mesen. Kita makan dengan binalnya.



Gue tau sih Bali terkenal dengan pantainya yang indah. Tapi, nggak sayur padangnya juga yang rasanya kayak air laut. ASEEEEEEEEEEENNNNN pake BANGET!! Apalagi cincangnya. Gue bukan orang yang suka jeroan. Ternyata cincang dari warung padang ini membuka mata gue bahwa cincang itu berasal dari jeroan!! Selama ini, gue doyan jeroan!! OMG. Padahal gue pikir daging sapi dan dicincang kecil-kecil sehingga ga keliaan lagi itu usus, itu hati or benda-benda aneh yang dimasukin.

Harganya?? IDR 40.000!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Sekian malam pertama gue yang indah. Ya habis itu kita ke Circle K dan yang tadi ga ikut makan ikut juga ke Circle K buat beli minum dsb. Hanya gue yang nggak beli apa-apa. Karena nasi padang empat puluh ribu ini. Gue mulai trauma nasi padang. Gue hanya berharap malamnya gue nggak mimpi dikejar-kejar nasi padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...